Libong Coffee: Dari Nusa Bunga untuk Nusantara
Bertempat
di Jl. Senen Raya, No. 42, Senen, Jakarta Pusat, grand opening kedai ini
dikemas secara meriah. Lagu-lagu daerah NTT dinyanyikan secara live. Banyak
penggemar kopi, mayoritas diaspora NTT di Jakarta, hadir memeriahkan
acara peluncuran ini.
Viktor
Ones Wole, owner Libong Coffee, mengatakan, kedainya akan merepresentasi
kopi cita rasa khas Flores untuk bersaing dengan kopi-kopi lain di ibu kota.
"Terima kasih untuk kehadiran dan dukungan kalian semua. Libong Coffee akan memenuhi kebutuhan pada kopi khas Flores di Jakarta. Saya jamin cita rasa asli Flores akan sangat terasa dalam produk-produk kami," kata Vitho, demikian ia biasa dipanggil.
Libong
Coffee, jelas Vitho, memuat filosofi khas Manggarai, Flores. Libong, dalam
bahasa salah satu daerah di Kabupaten Manggarai, Flores, berarti kebun, berada
di sekitar pekarangan rumah. Di setiap libong itu biasanya selalu ada pohon
kopi. Jadi, di libong itulah, kopi bisa bertumbuh, bertahan, dan menghasilkan
buah.
Dengan
tagline "Dari Flores untuk Indonesia", Libong Coffee tidak
hanya memperkenalkan cita rasa kopi khas Flores, tetapi juga budaya dan
alamnya.
"Filosofi
itulah yang mau kami ditunjukkan dalam nama Libong Coffe. Semoga seperti
libong, kedai ini akan menjadi tempat kita bisa menemukan dan merasakan kopi,
cara kita sebagai orang Flores merayakan hidup," katanya.
Libong
Coffe, cerita Vitho, sebenarnya sudah ada sejak 2017. Saat itu hanya menjual
kopi bubuk yang diproses secara tradisional oleh para petani kopi di salah satu
kampung di Manggarai Barat. Hasil olahan mereka kemudian dibawa ke Jakarta
untuk dipasarkan secara online.
Melihat
semua produk habis terjual, ide untuk membuka kedai sendiri mulai muncul,
cerita Vitho. Ia kemudian berdiskusi dengan sejumlah teman yang memiliki usaha
kopi untuk mendapatkan masukan.
"Dari
diskusi-diskusi itu, konsep awal untuk mendirikan usaha sendiri mulai
terbentuk, termasuk budgeting. Dan, akhirnya bisa terealisasi di tahun
ini," katanya.
Pangsa
Pasar Luas
Menurut
Vitho, pangsa pasar industri kopi sangat luas. Itu didukung oleh penggemar kopi
yang tidak sedikit. Mulai dari remaja, dewasa, atau yang sudah tua sekalipun
menjadikan kopi sebagai minuman favorit mereka.
"Peluang
inilah yang ingin saya manfaatkan ketika memberanikan diri menjalani bisnis
kopi ini. Dengan pasar yang begitu luas, kami dapat menyasar siapa saja dan ini
mesti didukung oleh strategi promosi yang efektif, terutama melalui media
sosial," jelasnya.
Menurut Vitho, kopi kini telah menjadi komoditas berharga bagi Indonesia. Minum kopi telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia, baik menyeduh sendiri di rumah maupun menikmatinya di warung atau kedai kopi.
Perkataan
Vitho didukung data. Dalam hasil riset independen Toffin bersama majalah MIX
Marcomm pada akhir 2019 disebutkan, jumlah gerai kopi di Indonesia bertambah
signifikan dalam tiga tahun terakhir. Jumlah kedai kopi meningkat pesat dari 1.083
gerai pada 2016 menjadi 2.937 gerai pada Agustus 2019.
Angka
tersebut belum termasuk kedai-kedai kopi independen yang modern, kedai kopi
tradisional, dan kedai kopi keliling. Tak hanya itu. Penjualan produk Ready to
Drink (RTD) Coffee atau kopi siap minum, seperti produk kopi yang dijual di
kedai kopi, terus meningkat.
Menurut
data Euromonitor, volume penjualan kopi siap minum meningkat dari 50 juta liter
pada 2013 menjadi hampir 120 juta liter pada 2018.
Toffin
memperkirakan, nilai pasar kedai kopi di Indonesia mencapai Rp4,8 triliun per
tahun. Nilai ini didasarkan pada jumlah gerai yang terdata saat ini dengan
asumsi penjualan rata-rata 200 cup/hari tiap gerai dengan harga kopi Rp
22.500/cup.
Menjamurnya
kedai kopi turut mendongkrak angka konsumsi kopi Indonesia. Merujuk data
International Coffee Organization (ICO), konsumsi kopi masyarakat Indonesia
meningkat dari 273.000 ton pada periode 2015-2016 menjadi 293.000 ton pada
2019-2020.
Hal
ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan konsumsi kopi terbanyak kelima
setelah Uni Eropa, Amerika Serikat, Brasil, dan Jepang.
Konsumsi
kopi di Indonesia diprediksi terus meningkat lantaran konsumsi per kapita saat
ini masih rendah, yaitu 0,9 kg/kapita/tahun pada 2018.
Angka
ini masih lebih rendah, misalnya, jika dibandingkan dengan Vietnam yang tingkat
pendapatannya di bawah Indonesia. Konsumsi kopi per kapita Vietnam mencapai 1,5
kilogram.
Di
sisi lain, Indonesia juga merupakan negara produsen kopi dengan produksi
mencapai angka 588.780 ton pada 2018 atau berada di peringkat empat terbesar
setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia.
Arya Alexander
Leave Comments
Post a Comment