Headline
Perspektif
Tri Sentra Pendidikan dan Keresahan Orang Tua
Monday, July 27, 2020
0
![]() |
foto: dok. pribadi |
Oleh:
Yeri Lando
Terasvita.com- Pandemi Covid-19 yang mengharuskan sektor pendidikan menyelenggarakan pembelajaran
dalam jaringan (daring), memunculkan berbagai keluhan atau keresahan pada
orang tua murid. Keluhan-keluhan itu, antara lain tugas siswa terlalu
banyak, pembelajaran kurang maksimal, orang tua kewalahan mendampingi sang buah
hati.
Keresahan-keresahan itu erat kaitanya dengan cara pandang para orang tua yang cenderung melihat sekolah sebagai outsourcing untuk
belajar, sehingga segala beban belajar anak diberikan ke pihak sekolah semata. Orang tua kerap beranggapan bahwa tugas mereka hanya membayar lunas uang sekolah. Lalu, mereka seolah “lepas tangan” dan
memberikan sepenuhnya kepada pihak sekolah tugas yang berkaitan dengan “isi kepala”
anak-anak.
Para
orang tua lupa atau sengaja lupa bahwa keluarga merupakan tempat belajar pertama
dan terutama bagi anak-anak. Dan, merekalah pendamping atau 'guru' yang pertama dan utama bagi anak-anak. Pertama kali seseorang belajar berbicara,
berjalan, belajar tata krama, dll adalah di rumah, bukan di gedung sekolah. Dengan
demikian, keresahan yang timbul selama anak-anak belajar dari
rumah seharusnya tidak terjadi.
Sejatinya, pembelajaran dari rumah yang ramai terjadi sekarang ini memberi kesempatan kepada orang tua untuk mengenal anaknya lebih baik dan meningkatkan kualitas hubungan dengan anak. Lebih
daripada itu, menurut hemat kami, menjadi momen untuk
mengenalkan kembali pemikiran bapak pendidikan Indonesia: Ki Hajar Dewantara.
Ia dikenal sebagai pelopor pendidikan Indonesia. Ide-ide dan buah pikirannya
turut mempengaruhi pendidikan di negeri ini.
Dia
telah meletakkan fondasi pendidikan kita. Di atas fondasi inilah
seharusnya pendidikan kita dibentuk dan diarahkan meskipun dalam praktiknya
terkadang melenceng. Salah satu pemikirannya yang menjadi fondasi
pendidikan kita adalah Tri Sentra Pendidikan.
Tri
Sentra Pendidikan (Tiga Pusat Pendidikan) menekankan bahwa tanggung jawab terhadap
pendidikan anak berlangsung di tiga lingkungan, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Ketiganya berperan penting dalam proses pendidikan anak. Ketiga
entitas ini mesti saling mengisi dan memperkuat satu sama lain.
Keluarga
Keluarga
sebagai unit terkecil dalam masyarakat terdiri dari: suami, istri, dan anak__ayah
dan anak__ atau ibu dan anak (lih. UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga). Keluarga merupakan lingkungan pertama dalam
perkembangan individu karena dalam keluargalah anak tumbuh dan berkembang.
Dalam dunia pendidikan, pembelajaran dalam keluarga disebut sebagai pendidikan informal. Pembelajaran itu dilakukan
setiap hari pada saat terjadi interaksi antara anak dengan anggota keluarga
lainnya. Pada momen ini peran orang tua sebagai panutan bagi anak-anaknya sangat
vital.
Orang tua berperan penting dalam membentuk dan mengembangkan karakter
serta kepribadian anak. Semakin baik kualitas keluarga, maka semakin besar pula
kemungkinan kepribadian dan karakter anak bertumbuh dan berkembang secara positif. Keluarga menjadi tempat
pertama dan utama bagi anak untuk belajar. Apa yang dipelajarinya
dalam keluarga akan berdampak dalam kehidupan sosialnya baik di masyarakat
maupun di sekolah.
Sekolah
Sekolah
merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar
secara formal atau disebut sebagai pendidikan formal. Tiga elemen penting di
sekolah antara lain para guru, sarana dan prasarana, dan terutama siswa/i.
Di
sekolah, peran guru dalam memfasilitasi peserta didik dapat dilakukan dengan
banyak cara, satu di antaranya adalah guru tidak lagi memberikan informasi satu
arah dalam bentuk ceramah, tetapi sebagai fasilitator, motivator sekaligus
tutor. Materi pelajaran yang disampaikan pun tidak hanya berasal dari
guru, tetapi juga melibatkan siswa untuk aktif mencari informasi entah itu di
perpustakaan, internet ataupun penelitian di laboratorium. Dengan
demikian, materi ajar yang disampaikan dalam kelas pun lebih bervariasi dan
pembelajaran menjadi lebih bersemangat
Selain
materi ajar yang bervariasi, guru dapat melakukan kolaborasi dengan sesama guru
untuk memperkaya materi ajar. Diharapkan dengan adanya kolaborasi
antara guru, para siswa pun diajak untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan
tugas sekolah.
Tujuan
dilakukannya kolaborasi agar peserta didik dapat mempelajari hubungan antara
satu bidang studi dengan bidang studi yang lain. Karena, dalam kenyataan, banyak bidang studi tidak berdiri sendiri, tetapi saling
terkait.
Oleh
karena itu, sekolah pun perlu melakukan pembinaan pendidikan untuk peserta
didiknya berdasarkan tuntutan zaman di masa depan. Jadi, sejak di bangku
sekolah mereka diajarkan untuk mempelajari sesuatu secara komprehensif dan
kerja dalam tim.
Di
masa pandemi ini, peran guru dalam kelas maya sebagai fasilitator,
kolaborator, mentor, pengarah, dan teman belajar peserta didik sangat penting.
Selain itu, metode pengajaran pun tidak bisa statis seperti pembelajaran tatap
muka karena hanya akan meningkatkan stress pada orang tua dan anak. Guru tidak hanya
berkolaborasi dengan sesama guru, tetapi juga dengan orang tua, karena selama
belajar dari rumah orang tualah yang mendampingi anak belajar.
Masyarakat
Secara
sederhana, masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang saling berinteraksi
dalam suatu hubungan sosial. Anak dalam pergaulannya di masyarakat tentu banyak
berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan orang lain. Interaksi
secara langsung misalnya anak bermain dengan teman-temannya di luar rumah,
sedangkan secara tidak langsung anak melihat kejadian-kejadian yang terjadi
dalam masyarakat.
Lingkungan
masyarakat adalah laboratorium anak untuk belajar lebih luas lagi. Berbagai
macam hal yang dipelajari anak di dalam keluarga dan di sekolah mendapat ruang
penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, komitmen
masyarakat untuk mendukung anak-anak belajar sangatlah
berpengaruh dan menentukan perkembangan kualitas kemanusiaan seseorang.
Salah
satu contoh positif di mana lingkungan masyarakat turut mendukung pendidikan
anak-anak adalah apa yang dilakukan sekelompok masyarakat di Jogja pada beberapa
tahun lalu. Mereka bersepakat semua TV di desa itu tidak dibuka
pada jam belajar anak-anak pada malam hari, dari pkl. 18.00-20.00 WIB. Anak-anak fokus belajar tanpa gangguan apa pun. Bahkan, di rumah
yang punya TV dan tidak ada anak yang sedang duduk di bangku sekolah, pun ikut menjalankan program tersebut.
Akhirulkalam
Untuk
mendidik anak bukan hanya menjadi tugas sekolah, melainkan juga tugas keluarga
dan masyarakat. Keluarga merupakan komunitas pertama bagi anak belajar untuk belajar.
Demikian halnya dengan masyarakat: ruang bagi anak-anak menerapkan apa yang ia
dapat di dalam keluarga dan sekolah sekaligus ia mencerap apa yang ia
dapat di lingkungan masyarakat dan dibawanya serta dalam kehidupan di keluarga
dan di sekolah. Keresahan orang tua dalam mendidik anak selama belajar daring menyadarkan semua pihak bahwa tugas mendidik anak bukan dibebankan kepada guru atau sekolah semata. Keluarga dan masyarakat turut berperan aktif dalam pendidikan anak.
Penulis
adalah pemilik blog: Berandawangkung.com. Ia menyelesaikan pendidikan strata-1 Filsafat
Keilahian di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment