Headline
PUISI
SASTRA
Selendangan Kenangan Mama
Selendang Kenangan Mama (Puisi-puisi Sonny Kelen)
Sunday, May 3, 2020
0
![]() |
Gambar: smescoindonesia.com |
Selendang Kenangan Mama
Kadang-kadang
aku bergandang
Menghabiskan
beberapa cangkir fikiran tentang
Hidup
yang masih kusebut sebagai sehelai selendang
Kenangan
mama
Awan
hitam selalu hinggap di bulu mataku
Kutatap
nasibku yang tergolek rapi di genangan hujan
Pernah
di sebuah pertemuan
Saat
diam yang polos sengaja diciptakan
Didengarkan
aku sajak ibu
Sajak
benang ibu yang menjahit sehelai selendang
Berkelipan
mencari senyum yang dibungkus rapi
Luka
hitam benang putih
Luka
sobek benang sembuh
Pada
suci jadi putih
Pada
luka jadi sembuh
Mama,
badai yang dulu jinak di tanganmu
Kini
bangkit beringgas mengoyak nyenyakku
Merobek
pulas tidurku
Di
selendang kenanganmu
Aku
tahu, bahwa aku tak pernah mati
Di
sebuah hati
Pada
benangmu
Yang
kini jadi benangku
Tepat
di selendang kenanganmu
Selamat Ulang Tahun, Ibu
Ibuku
yang baik
Besok
ulang tahunmu
Aku
berimu hadiah apa?
Aku
tidak mempunyai barang antik
Atau
sekantong bunga yang cantik
Seperti
cantik senyummu yang selalu menghiasi
Hidupku
sejak menangis pertama dalam pelukanmu
Hingga
kini membuatmu tertawa dalam kelelahanmu
Ibuku
yang baik
Besok
ulang tahunmu
Aku
berimu hadiah apa?
Aku
tidak mempunyai hadiah yang menarik
Seperti
kasihmu yang putih
Kala
di matamu
Aku
adalah bayi mengebas malu
Kembali
menyusu kasih
Walaupun
usap usang bajumu yang menjadi
Ibuku
yang baik
Besok
ulang tahunmu
Aku
berimu hadiah apa?
Aku
tidak mempunyi apa-apa
Hanya
puisi ini
Tidak
panjang yang penting panjang umurmu
Supaya
kapan pun atau di mana pun
Aku
masih mengucapkan selamat ulang tahun kepadamu
Namamu, Ibu
Ibu
Di
tamanmu berteduh seroja
Amalmu
kekal memikat hatiku
Untuk
terus bernaung di alasmu
Kala
aku masih lugu
Pesanmu
selalu bermuara di kepalaku
“Lekaslah
besar anakku, menyongsonglah fajar hidupmu”
Ibu
Redakan
badaiku
Biar
sunyi dendamku
Seperti
hari yang damai setelah
Doamu
selesai pada nada amin
Ibu
Aku
begitu mencintai jalan ini
Restuilah
aku dengan doa merdumu
Di
mana aku mengenalnya di rahimmu
Hingga
saat ini
Ibu
Bila
nanti waktu mempertemukan kita
Aku
ingin kembali bertualang di Sorgamu
Selamanya
hingga orang-orang tak lagi
Punya
jemari tangan yang setia
Mengetuk
pintu-pintu langit yang memisahkan kita.
*Penulis
sekarang tinggal di Unit Gabriel Ledalero, Maumere.
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment