Headline
Perspektif
Taman Getsemani dan Pembaruan Ketaatan Manusia
Friday, April 3, 2020
0
![]() |
ilustrasi |
Terasvita.com -
Sejarah penyaliban Sang Guru Kehidupan dari
Nazareth (baca: Yesus) tidak bisa melewatkan tempat yang satu ini, yaitu
Getsemani. Bagi
orang Kristen, Getsemani tidak hanya sebuah tempat dengan segala
unsur biotik dan abiotik di dalamnya. Lalu, ada apa di Getsemani? Mari simak
lebih dalam!
Panorama
Getsemani
Getsemani secara etimologis diambil dari kata bahasa
Ibrani dan Aram, yang berarti peras minyak (zaitun). Oleh karena itu,
kata Getsemani itu kurang lebih menunjukkan dua hal, yaitu
sebuah kebun zaitun dan sebuah alat peras minyak untuk memeras minyak zaitun (lih. Donald
A.D. Thorsen, “Gethsemane”, dalam: David
Noel Freedman (ed), The Anchor Bible
Dictionary, New York: Double Day, 1922, hlm. 997).
Penginjil Matius dan Markus menyebut Getsemani sebagai
“bungkusan” Bukit Zaitun. Taman Getsemani terletak di seberang Sungai Kidron
(Yohanes 18:1). Tempat
ini persis berada di lereng Bukit Zaitun (Matius 26:30). Dari
Kota Yerusalem berada di hadapan dari kota tersebut.
Di Taman Getsemani banyak ditumbuhi pohon-pohon zaitun, Besar kemungkinan bahwa pohon-pohon zaitun yang sekarang ada tersebut sejak zaman Yesus di dunia; Pohon-pohon tua tersebut masih bisa berbuah (Sami Awwad, Tanah Suci dalam
Gambar Berwarna, hlm. 16).
Di taman Getsemani juga terdapat sebuah gereja. Sejarah
gereja tersebut banyak mengalami pasang surut. Pada tahun 379 dibangun sebuah
basilika pertama di tempat di mana Yesus berdoa dan mendapatkan derita. Akan
tetapi, pada
tahun 614, basilika tersebut dirobohkan oleh Bangsa Persia. Gereja tersebut
dibangun kembali oleh kesatria perang salib pada abad ke-12. Akan tetapi, sama
seperti nasib gereja pertama di mana gereja itu kemudian dihancurkan. Penandaan
pembangunan kembali gereja tersebut, yaitu pada tahun 1919-1924. Dalam
pembangunan tersebut ada 16 negara yang turut berpartisipasi dalam pendanaan.
Gereja tersebut diberi nama “Gereja Segala Bangsa” (Sami Awwad, Ibid, hlm. 14).
Getsemani dan Yesus
Oleh kebanyakan orang, Getsemani sering disebut dengan Eden baru. Ada
Eden baru berarti ada Eden lama. Eden lama menunjuk pada tempat di mana manusia
pertama, yaitu
Adam dan Hawa, tinggal dalam kelimpahan. Di Eden lama juga terjadi
ketidaktaatan Manusia pada Alllah. Manusia bertekuk lutut di bawah rayuan busuk
si ular untuk memetik buah terlarang (bdk. Kejadian 3). Akibatnya manusia pertama
diusir dari Taman Eden.
Getsemani sebagai Eden baru paradoks dengan Eden
lama. Letak paradoks tersebut adalah pada ketidaktaatan dan ketaatan. Eden lama
adalah tempat ketidaktaatan manusia yang direprensentasi oleh Adam dan Hawa.
Sedangkan, Eden
baru (Getsemani) adalah tempat di mana manusia yang diwakili oleh manusia Yesus
(dan juga Allah Yesus) sungguh taat pada Bapa. “Ya
Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukan
kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi (Lukas 22:42).
Di Getsemani, ketaatan manusia terhadap Allah dibarui.
Kehendak kemanusiaan Yesus mengikuti kehendak keallahan-Nya. Manusia
tidak berlagak sebagai "Allah" sebagaimana tawaran si ular beludak
itu yang membuat Hawa kemudian Adam tidak mampu menolaknya. Yesus
membarui ketidaktaatan dengan mau memikul salib hingga di puncak Kalvari.
Getsemani sering digunakan Yesus sebagai tempat untuk
berdoa, istirahat, dan berkumpul bersama murid-murid-Nya (bdk. Lukas 21:37,
22:39, dan Yohanes 18:2). Getsemani menjadi saksi bisu dari beberapa peristiwa
penting saat detik-detik terakhir ketika Yesus, Sang Guru Agung, hendak
diserahkan pada tangan orang Yahudi untuk disalibkan.
Pertama, Yesus bersama murid-murid-Nya, yaitu
Petrus, Yohanes, dan Yakobus (Bdk. Markus14:33). Mereka pergi ke situ setelah
mengadakan perjamuan terakhir. Yesus meminta murid-murid-Nya untuk berdoa dan
berjaga bersama-Nya. “Berdoalah supaya kamu jangan jatuh ke dalam penggodaan
(Lukas 22:40). Dalam momen ini tampak ketidaksetiaan manusia pada Allah. Para murid
bukannya berdoa tetapi malah
tidur.
Kedua, Yesus berdoa kepada Bapa-Nya. “Ya Bapa-Ku, jikalau
Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi bukanlah kehendak-Ku,
melainkan kehendak-Mulah terjadi (Lukas 22:42). Yesus taat pada kehendak
Bapa-Nya sekalipun nyawa-Nya sendiri yang menjadi taruhan.
Ketiga, Yudas menjual Yesus dengan ciuman (Bdk. Matius 26:47-48). Sungguh mengerikan dan mungkin tidak masuk akal. Seorang yang telah
dididik dengan susah payah dan diformat dalam hidup injili tetapi kemudian
menjadi penjahat. Dengan sebuah ciuman Yesus pun jatuh ke tangan orang-orang
Yahudi.
Keempat, Petrus memotong telinga Malkhus (bdk. Yohanes18:10).
Petrus bermaksud membela tetapi malah ditegur oleh Yesus: “Sarungkanlah
pedangmu! (Yohanes 18:11).” Yesus
mengajarkan tentang perdamaian. Berjuang demi kebenaran bukan dengan pedang.
Kelima, Yesus ditangkap (Yohanes 18:12, Lukas 22:54).
Setelah dialog dengan para penatua Yahudi, akhirnya pun Yesus ditangkap. Awal
kesengsaraan Yesus dimulai hingga Yesus wafat di Salib.
Getsemani bukan hanya sebuah nama tempat. Akan tetapi, tempat itu
memiliki arti. Tempat yang tidak bisa dilepaskan dan dielakkan dari peristiwa
Yesus historis. Bahwasanya, di
tempat itulah juga terjadi keselamatan dan pembaruan ketaatan manusia pada
Allah.***
Rian Safio, alumnus
STF Driyarkara, Jakarta
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment