Bumi
Hari Bumi
Headline
Perspektif
Bumi yang Kian Rapuh dan Kita yang Tidak Peduli
Wednesday, April 22, 2020
0
Terasvita– Ini sekadar sebuah
refleksi sederhana: Dari seorang yang bukan pakar lingkungan, tetapi toh hidup
di bumi jua. Ikut merasakan bumi yang kian rapuh dan bahkan dengan
sadar atau tidak sadar ikut merusak bumi, rumah kita bersama. Coretan sederhana
ini pun barangkali terkesan seperti “buih verbal”, tetapi tak apalah. Sah-sah
saja begitu.
Hari ini, problem yang
menyita perhatian masyarakt dunia adalah wabah virus corona atau secara resmi
disebut COVID-19. Banyak orang menyebut wabah ini sebagai pandemi karena telah
menyebar ke hampir seluruh dunia. Bisa dibayangkan betapa virus ini telah
menelan korban yang tidak sedikit. Data per 22 April, secara global, sudah
2.565.059 yang dikonfirmasi positif mengidap Covid-19, 686.634 orang yang
sembuh, dan 177.496 orang yang meninggal.
Selain berupaya untuk
mengatasi penyebarannya, bencana ini menggugat pikiran dan hati banyak orang
untuk menemukan akar soalnya. Banyak ilmuwan dari berbagai bidang pengetahuan
melakukan riset untuk menemukan dengan jelas penyebab virus yang menulari
manusia tersebut. Selain para ilmuwan, masyarakat biasa juga tak ketinggalan
suara untuk berspekulasi perihal wabah “yang ber-KTP Wuhan” itu. Spekulasi yang
tentu saja jauh dari kata ilmiah dan valid itu banyak disalurkan via story
WA, satus FB, dan media sosial lainya.
Baca juga: Hari Bumi 2020: Sajak-sajak untukmu Ibu Bumi
Hal yang paling menarik
adalah segelintir orang beranggapan bahwa bumi ini sudah sangat rapuh. Bumi sudah
kehilangan keseimbangan. Aksi merusak dari manusia jauh lebih dasyat daripada
kemampuan bumi memulihkan dirinya. Bumi pun nyaris kehilangan karakter
keibuannya untuk mengandung, melahirkan, dan merawat kehidupan. Manusia
dihadapkan pada hamparan ketakutan yang akut, hingga merasa bahwa tak ada lagi
hal baik yang berguna untuk tetap dibuat.
Spekulasi yang jauh dari
kadar ilmiah itu barangkali tidak terlalu sulit untuk dicerna akal sehat.
Karena, memang begitu adanya. Bumi kita rapuh. Sedang sakit parah. Ia sedang
menjerit sakit karena segala kerusakan yang kita timpakan padanya, kata Paus Fransiskus dalam Laudato Si.
Baca juga: Jasa Besar :KulitKaye”: Memoria Anak Kampung
Mahatma Gandhi (tokoh
revolusioner India), pernah menyitir begini: Bumi kita senantiasa cukup untuk
menghidupi manusia tujuh generasi, namun tidak cukup untuk tujuh manusia yang
serakah. Iya. Mahatma Gandhi benar. Kita terlalu serakah. Kita tidak pernah
peduli dengan kondisi ibu bumi yang mangasupi, merahimi, dan menghidupi kita
sepanjang hayat kita dikandung badan.
Pandemi covid-19 ini
menjadi alarm bagi kita akan bumi yang rapuh dan yang merintih sakit karena
keserakahan kita: Kita yang serakah menggunakan energi; kita yang serakah
mengunakan air; kita yang tak peduli dengan sampah yang berseliweran di sungai,
laut, dan darat; kita yang membuang-buang makanan; kita yang tak peduli
dengan bola lampu yang terus menyala sepanjang waktu di kamar kita; dll: Masihkah
kita tidak peduli?
*Penulis adalah mahasiswi
Universitas Negeri Jakarta.
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment