Headline
PUISI
SASTRA
Pesawat Kesedihan [ Puisi-puisi Aris Usboko]
Thursday, March 5, 2020
0
Pada sebuah bandara
yang dipenuhi sepi
dan
perempuan yang
kesepian
Seorang lelaki
dengan kameja hitam
tas jinjing penuh
buku
dan sebatang cokelat
di saku baju
Sebatang rokok putih
terselip di antara
jemari
tangan kanan
dan sebuah kesedihan
mencuat dari
sepasang mata
penuh kisah
perjalanan
18:01
Pesawat berangkat
seorang lelaki
duduk, sendiri
di kursi paling
belakang
meninggalkan harum
perpisahan
di bandara bernama
El Tari
18:05
Ia ingat seorang
perempuan
yang tadi pelukannya
sangat erat dan mengikat
bibirnya yang pucat
pernah berduaan
di sebuah malam
dengan
bulan bundar di
jantung kota
yang hingar bingar
18:07
Ia ingat-sadar
kebekuan menyergap sweater hitam
menyelusup sampai
gugup
degup jantung dan
nadi
ayat-ayat rindu
diucapkannya dalam
hati
18:10
Dengan pesawat
kesedihan
ia berangkat kembali
menuju kota kenangan
mengangkut semua
sisa pelukan
dan nama-nama
perempuan
serta buku-buku
kesayangan
18:13
Ia seorang diri
kembali menawarkan
cinta
pada sisa perjalanan
sebelum mati,
ia menulis puisi
sebelum
diketemukannya lagi
seorang perempuan
yang pernah
membuatnya
begitu tak ingin
pernah mati
RINDU
Sekujur tubuh
menggigil, memberi tanda bahwa ia sudah tak lagi mampu.
Mengendus mencari aroma
sunyi yang pernah ditemui.
Jarak yang tak lagi sedekat harap; menjadikan dingin
kian mengusik.
Jalanan gersang kini
basah tersebab siram air dari Tuhan.
Angin bertiup mengikuti arah yang semesta
berikan.
Membawa dedaunan terbang tinggi, melayang, kemudian jatuh sembarang.
Berserakan; terpapar
di sepanjang kehidupan.
Terinjak-injak oleh kaki-kaki berselimut kesakitan,
tersebab dingin kian menggugah rindu yang telah lama diam.
Pandangan kian
tertutup oleh kabut putih;
lalu harap temu menjadi kaku, berjalan tanpa arah.
Sebab tujuan telah terhalang oleh waktu dan takdir Tuhan.
Mimpi! Tak sedikit
pun ditemukan lagi wajah-wajah jalang penuh dengan impian.
Setelah sekian kali
semusim gigil kembali menghapus rindu.
Kembali berpasrah atas dasar kesetiaan.
Setia atas takdir
Tuhan.
Tanah basah
menyisakan gigil.
Aris Usboko –
Mahasiswa Jurnalistik di Univ. Tama Jagakarsa, Jakarta Selatan
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment