Korupsi: Noda Hitam di Jubah Putih Keluarga Imam Eli
![]() |
Gamabar: Daniel Stolle (www.nytimes.com) |
Terasvita.com - Kejahatan korupsi bukanlah kejadian baru,
melainkan sudah terjadi bahkan sejak zaman Perjanjian Lama. Hanya memang,
menurut Albertus Purnomo OFM, dalam dunia Perjanjian Lama tidak menggunakan terminologi
korupsi tetapi terminologi “mencuri” untuk menunjukkan substansi perbuatan
“mengambil barang atau uang yang bukan miliknya” (Gita Sang Surya, Vol.12.
No.2, Maret-April 2017:4).
Teks Samuel 2:11-17 mengisahkan secara gamblang
tentang perbuatan korupsi dalam dunia Perjanjian Lama khususnya dalam keluarga
Imam Eli; sebuah bercak hitam atas jubah putih kaum yang betugas menghantar
persembahan umat manusia ke hadapan Allah.
Masuk ke Teks "1 Samuel 2:11-17"
Dalam masyarakat Israel, ada yang disebut dengan
keluarga imam. Posisi sebagai imam ini ditempati oleh orang-orang dari suku
Lewi. Posisi sebagai imam yang diemban oleh suku Lewi karena mereka tidak
memiliki tanah untuk digarap. Mereka hidup dari persembahan yang diberikan oleh
suku-suku lain.
Apakah murni bahwa tugas sebagai imam yang
diperankan oleh suku Lewi mandat dari YHWH? Menurut Purnomo OFM, hal itu
merupakan langkah politis yang dilakukan oleh suku Lewi untuk menyintas karena
mereka tidak memiliki tanah.
Eli dan keluarganya termasuk dalam barisan keluarga imam. Pada masanya, tugas sebagai imam merangkap sebagai hakim dan pemimpin. Oleh karena itu, Eli dan keturunannya memiliki peran yang cukup besar dalam percaturan kehidupan masyrakat Israel. Masalah persembahan, pengadilan, ibadah, keluarga hampir pasti diselesaikan di hadapan Imam Eli.
Dr. H. Rothelisberger mengatakan bahwa tugas Imam
tidak hanya menjadi pengantara antara manusia dan Allah dalam hal
mempersembahkan kurban tetapi juga sebagai pewarta Firman Tuhan kepada mereka
yang datang ke Bait Suci untuk mencari penghiburan atau nasihat pada Tuhan
(1969: 25).
Kekuasaan yang sedemikian besar memungkinkan
terjadinya penyelewengan kekuasaan. Dan benar terjadi. Kekuasaan dan uang/harta
merupakan duet yang selalu berjalan beriringan. Dalam keluarga Imam Eli, dalam
mana posisi sebagai imam diwariskan secara genealogis kepada anak-anaknya,
yaitu Hofni dan Pinehas, terjadi penyimpangan terhadap kekuasaan yang dimiliki,
yaitu korupsi binatang kurban sebagaimana yang dikisahkan dalam 1 Samuel 2:11-17.
Hak para imam dalam mendapatkan barang persembahan
tidak diberitahukan secara jelas dalam ayat 12-14. Hukum Taurat dalam Kitab Imamat 7:31-38 dan Ulangan 18:3
menginformasikan bagian-bagian tertentu dari binatang kurban yang menjadi hak
para imam, yaitu paha depan, kedua rahang, kepala, dan perut besar. Apa yang
dikatakan dalam Kitab Ulangan ini kemudian telah berlaku sejak zaman Imam Eli
bahwa sebagian dari binatang kurban itu untuk Tuhan, sebagian untuk imam, dan
sebagian untuk orang yang mempersembahkannya (Dr. H. Rothelisberger, 1969: 25).
Ketamakan kaum imam dalam diri Hofni dan Pinehas
tampak jelas. “Setiap kali seseorang mempersembahkan kurban sembelihan,
sementara daging itu dimasak, datanglah bujang imam membawa garpu bergigi tiga
di tangannya dan dicucukkannya ke dalam bejana atau ke dalam kuali atau ke
dalam belanga atau ke dalam periuk. Segala yang ditarik dengan garpu itu ke
atas, diambil imam itu untuk dirinya sendiri” (1 Samuel 13:14).
Dalam ayat 15-17, tampak bahwa kedua anak Imam Eli
tidak hanya melanggar hak orang-orang yang mempersembahkan kurban, tetapi juga
mereka menghina tuntutan Tuhan terhadap kurban itu. Mengapa? Karena, biasanya
yang menjadi hak Tuhan harus diberi lebih dahulu. Akan tetapi, yang terjadi
justru anak-anak Eli menomorduakan Tuhan dan mengutamakan untuk memenuhi nafsu
perut mereka. Protes yang diungkapkan oleh orang-orang yang mempersembahkan
kurban karena mereka mengetahui tata
cara persembahan kurban sama sekali tidak digubris malahan mereka diancam oleh
kaum imam itu.
Hikmah untuk Kita
Ada sejumlah hikmah yang bisa dipetik dari kisah
kejahatan anak-anak Imam Eli, yaitu Hofni dan Pinehas. Pertama; kekuasaan itu
memiliki godaan yang cukup menggiurkan, yaitu orang bisa jatuh pada
penyelewengan kekuasaan seperti korupsi. Lord Acton mengatakan, kekuasaan itu
cenderung korup dan kekuasaan yang absolut pada dasarnya korup. Hofni dan
Pinehas melakukan penghinaan terhadap tugas atau status mereka sebagai imam.
Padahal, sebagai imam sebenarnya mereka memberikan teladan dalam hal
kejujuran.Namun, malahan mereka melakukan korupsi. Mereka mengambil yang bukan
menjadi hak mereka.
Kedua, dalam diri
Hofni dan Pinehas kita melihat gambaran manusia yang tidak pernah puas.
Pasalnya, dalam hal persembahan mereka
bukannya tidak mendapat bagian. Bahkan, mereka hidup dari persembahan
orang-orang yang merindukan penghiburan dari YHWH. Akan tetapi, mereka justru
mau mendapat lebih, yaitu mengambil apa yang menjadi hak Tuhan.
Ketiga, cerita ini mengingatkan kepada kita untuk
tidak korupsi. Kejahatan yang mereka lakukan mendapat ganjaran dari Tuhan
sebagaimana yang terungkap dalam 1 Samuel 2: 30-33, “Sebab itu -- demikianlah
firman TUHAN, Allah Israel -- sesungguhnya Aku telah berjanji: Keluargamu dan
kaummu akan hidup di hadapan-Ku selamanya, tetapi sekarang -- demikianlah
firman TUHAN --: Jauhlah hal itu dari pada-Ku! Sebab siapa yang menghormati
Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang menghina Aku, akan dipandang rendah.
Sesungguhnya akan datang waktunya, bahwa Aku akan mematahkan tangan kekuatanmu
dan tangan kekuatan kaummu, sehingga tidak ada seorang kakek dalam keluargamu.
Maka engkau akan memandang dengan mata bermusuhan kepada segala kebaikan yang
akan Kulakukan kepada Israel dan dalam keluargamu takkan ada seorang kakek
untuk selamanya.Tetapi seorang dari padamu yang tidak Kulenyapkan dari
lingkungan mezbah-Ku akan membuat matamu rusak dan jiwamu merana; segala
tambahan keluargamu akan mati oleh pedang lawan.” ***
Rian Safio - embrio tulisan ini adalah paper mata kuliah Deuteronomis di STF Driyarkara tahun 2017 silam.
Leave Comments
Post a Comment