Headline
PUISI
SASTRA
IBU [Puisi-puisi Karya Aris Usboko]
Saturday, March 7, 2020
0
![]() |
Gambar: https://my.theasianparent.com/ |
IBU
Ibu...
Engkau rumah
tempat pulang perasaan paling indah
pemilik peluk paling mewah
tatapmu adalah lorong waktu
tempat mengulang manja kekanakanku
dalam gendonganmu, dituntutnya lidahku mengeja kata-kata
Dari sebuah rahim suci itu aku terlahir
di sepasang tangan penuh kasih yang sutra itu aku dibesarkan
sepenuh rasa
tubuh itu yang dulu sanggup menopangku dengan sabar belajar
berjalan
Engkau selalu ingin memasak apa yang aku suka
lalu kau makan dari pungutan piring-piring sisa
sering lupa rasanya makan hingga kenyang dan tidur lelap
Engkau satu-satunya manusia yang rela tenggelam dalam
kesedihan dan air mata
demi mengais bahagia
Aku tak pernah memilih dari rahim mana dan di bumi mana aku
dilahirkan
tetapi betapa baik dan mahabijaksananya Tuhan
dititipkannya aku pada seorang perempuan
yang sukacita berkorban
merelakan kasih sayang kepadaku yang sering mengecewakan
tetapi darimu tetap dibalas maaf dan doa-doa tanpa
berkesudahan.
Ibu...
barangkali ini alasan mengapa surga tak diletakkan di hatimu
sebab sudah kau jadikan dadamu samudra
di mana segala lelah dan air mata yang rahasia
jejal kautenggelamkan di sana
kemudian Tuhan menyembunyikannya pada setiap langkah
ringkihmu
menjauhkan jaraknya dari kesedihan dan air mata
pada telapak kakimu yang kering, keriput, dan pecah-pecah.
Andaikata bisa, aku ingin abadi bersamamu
menjalani lakon yang tergariskan
namun, bukankah hidup hanya sekadar mampir?
Menenggak segelas air, melepas dahaga
Ohh Tuhan Yang Mahabaik
Penjaga dan Pemelihara semua yang baik
Panjangkan usianya
sehatkan badannya
ceriakan hatinya
jaga selalu kebahagiaannya
sebab darinya aku masih terus mencari surga-Mu.)***
Cermin
Kepadamu,
ingin aku ceritakan banyak hal
soal cinta, yang kautahu, yang kita mau
Biar esok pagi aku mengerti
bahwa bagaimanapun hidup harus tetap tersenyum tulus seperti
matahari.
Katakan padaku,
siapa yang sudah mengisi air di kantung mata kita?
Memahat begini kesedihan di rapuhnya dada
meletakkan tawa dan tangis hanya berjarak sekedipan mata
Lalu hidup memaksa kita berdandan setiap hari
menyaksikan mulut-mulut itu ceramah perihal bahagia
Siapa lagi yang tahu selain kita?
Aku harus dulu menghitung kerlip bintang sepanjang malam
hingga kepalaku bertambah pusing
demi bisa tertidur meski seperti species bumi paling asing
lalu terbangun lagi dalam kamar yang semakin sepi
bermatahari segelas air putih dan tablet warna-warni
Jika pun akhirnya semua harus patuh
aku masih ingin berterima kasih
bertahan kepada doa-doa mereka yang utuh
menyaksikan ilalang sekali lagi kala gerimis senja itu runtuh
lalu memeluk cinta dan semua air mata yang jatuh.)***
* Aris Usboko, Penyair muda, sedang menyelesaikan kuliah jurusan jurnalistik di Univ. Tama Jagakarsa, Jakarta Selatan
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment