Alumni SMPK St. Markus Pateng
Headline
Perspektif
SMPK St. Markus Pateng
Terasvita.com - Pateng tak sekadar sebuah tempat di mana sebuah panti pendidikan-SMPK St. Markus-berdiri megah dan telah bertahun-tahun merenangi sejarah; sebuah panti pendidikan (sekolah dan asrama) yang telah banyak melahirkan generasi handal untuk bangsa dan juga Gereja.
HUT Kedua Iluni SMP Pateng: Tentang "Pateng" yang Mempersatukan
Monday, December 9, 2019
0
![]() |
Tampak di gambar ini SMPK St. Markus Pateng kokoh berdiri. Sudah puluhan tahun ia mengarungi sejarah. Lingkungannya bersih. Gambar: Grup FB SMPK St. Markus Pateng. |
Terasvita.com - Pateng tak sekadar sebuah tempat di mana sebuah panti pendidikan-SMPK St. Markus-berdiri megah dan telah bertahun-tahun merenangi sejarah; sebuah panti pendidikan (sekolah dan asrama) yang telah banyak melahirkan generasi handal untuk bangsa dan juga Gereja.
Akan tetapi, Pateng jauh lebih daripada itu. "Talang
Perindu" itu telah menjadi saksi sejarah ribuan anak negeri di seputaran
Rego, Nggilat, Kajong, dll dalam meniti masa depannya: pahit dan
manis, tawa dan tangis, susah dan senang, bertahan atau "dicedok".
Kisah kasih di sekolah dan di asrama di "Kota Dingin"
itu mengekal dalam nubari mereka yang pernah belajar, dididik, dan dibina
di sana. Kisah berinteraksi dengan sesama siswa (belajar dan cinta monyet),
dengan para guru, dengan para pembina asrama, dengan para pemasak di
asrama, dan dengan masyarakat sekitar (Pateng, Kuih, Pogol, Paurundang, dan Sambor) menoktah di nubari.
Ini bukan "karang-karang". Saban waktu penulis cerita
ini berjumpa dengan sesama alumnus SMPK Pateng, pengalaman di Pateng-lah menjadi
bahan cerita yang merekatkan perjumpaan itu. Tak terkecuali dengan angkatan
yang "doeloe-doeloe", zaman tidak enak di "Kota Abadi" itu.
Pendek kata, Pateng selalu dikenang dan dirindukan: suasana
dinginnya, makanannya, "orang-orangnya", ritme harian di Asrama,
keluarga-keluarga sekitar, kebiasaan bolos dari asrama, minggu pulang
tiap minggu keempat, dll.
Kenangan Itu "Mempersatukan"
Pengkhotbah mengatakan, "Segala sesuatu di bawah
kolong langit ada waktunya..." (bdk. Pengkhotbah 3:1). Demikian hal dengan
yang pernah "belajar" di Pateng. Ada saatnya mereka (kami) ke
sana untuk belajar dan ditempa untuk menjadi "semakin manusiawi" dan
ada saatnya pula "pulang" pergi untuk mencari dan
menemukan yang belum ada di Pateng: pengetahuan, lapangan pekerjaan, dll.
Banyak yang pergi dan tidak pernah kembali lagi ke sana,
karena toh memang pergi tidak selamanya untuk kembali, entah karena alasan
pekerjaan, jodoh, dan banyak faktor. Namun demikian, ada juga yang kembali ke
sana untuk mengabdi sebagai guru, seperti teman angkatan penulis cerita
ini, yaitu Ibu Albertina Sesaria (Guru Matematika). Atau nama dan dari
angkatan lain, sejauh info yang kami dapat, seperti Nurti Puspita (Guru
Fisika dan Pembina Asrama Putri).
Sekian jauh dan lama pergi dari "Pateng Manise"
itu tak membuat semua kenangan di sana raib ditelan waktu. Juga, almamater yang
sampai saat ini tetap berdiri tegar membuat "Pateng dengan segala
kisahnya" tetap dikenang, diceritakan, dan dirindukan.
Itulah alasan pada 9 Desemeber 2017 kami membentuk "Ikatan
Alumni SMPK Pateng" dan hari ini adalah hari jadinya yang kedua. Namun, di dunia nyata tidak begitu bersahabat untuk membentuk
perkumpulan tersebut, karena tempat tinggal yang terpencar-pencar, seperti
Jakarta, Labuan Bajo, Bali, Jayapura, Ruteng, Makasar, dll. Tetapi, kemajuan teknologi dengan hadirnya
aplikasi Whatsapp melapangkan jalan untuk menampung kerinduan
tersebut, yaitu dengan membuat Grup WA "Ikatan Alumini SMPK
Pateng".
Andre Boy dari angkatan 2005 menuturkan, kehadiran grup ikatan
alumni tersebut merupakan wadah untuk saling peduli satu sama lain dan
menunjukkan rasa kekeluargaan.
"Di sini kita sudah membuktikan bahwa kita tetap saling
peduli satu sama lain dan sudah menunjukkan rasa kekeluargaan di antara
kita," tutur Andre, sapaannya.
Lebih lanjut "Bro Ganteng" asal Sambor yang kini menetap
di Bali, berpesan, grup ikatan alumni ini agar tetap menjaga ikatan dan
suasana persaudaraan sebagai sesama mantan anak didikan Pak Mos Lagam,
dkk itu.
Sementara itu, Redin Umba dari angkatan yang sama,
mengutarakan, perkumpulan ini mempersatukan alumni sekolah di ujung
utara Kab. Manggarai Barat itu yang terpencar di mana-mana.
"Dengan dibentuknya perkumpulan alumni dalam grup ini,
kita yang mulanya berpisah dan berpencar selayaknya ledakan kembang api
di malam tahun baru, dapat dipersatukan kembali bak ditarik oleh magnet pada
paku yang berserakan," ungkap Redin, kini menetap di Ujung Pandang
(Makasar).
"Tentunya kita memahami jejak yang ditempuh di akhir
perpisahan itu adalah meniti jenjang pendidikan SMA dan selanjutnya ke jenjang
perguruan tinggi di tempat yang berbeda," lanjut pria asal Nggilat itu.
Mimpi untuk Almamater
Akhir tahun 2018 yang lalu, kami sempat berwacana untuk
memberikan sesuatu untuk almamater tercinta dari "apa yang
kami punya".
Sebenarnya, hal itu merupakan hasil dialog singkat Sdr. Ano
Blaang (angkatan 2005) dengan Rm. Alfian Baga, Pastor Paroki St.
Markus, Pateng. Waktu itu, kami menyepakati untuk menyumbang buku
untuk perpustakaan di almamater tersebut.
Karena, sejauh penuturan Ano, sapaannya, yang kini
menetap di Labuan Bajo, pihak almamater sangat membutuhkan buku
bacaan dalam rangka menumbuhkembangkan budaya membaca bagi Civitas
Akademika SMPK St. Markus Pateng, baik yang kini ada maupun yang akan datang.
Beberapa kawan sempat melakukan lobi sana-sini dan
menjumpai beberapa donatur dan komunitas penggerak literasi. Namun, sayang wacana dan usaha-usaha kecil itu belum membuahlkan hasil dan
seiring waktu terus menguap begitu saja. Semoga lilin harapannya belum
sepenuhnya padam.
Akan tetapi, kalau mau omong bagaimana sekolah-sekolah swasta khususnya Sekolah Katolik di Republik ini
dapat menyintas dan berkembang, kekuatan alumni mendesak dirangkul dan
digarap. Beberapa sekolah swasta Katolik di Ibukota yang penulis
cerita ini amati dan jumpai, sumbangan dari pihak alumni sangatlah besar dan
memberikan sumbangan berarti bagi sekolah tersebut.
Harapannya, almamater tercinta juga mulai melirik
bagaimana kekuatan alumninya yang tersebar di berbagai kota dan
profesi bisa berkontribusi bagi kemajuan sekolah tersebut. Tentu saja tidak
mudah: Membutuhkan sosok yang bisa menyatukan dan punya kepedulian
akan "rahim" yang pernah mengandungnya selama tiga tahun. Sekian
saja. Pateng selalu manise. )***
Rian
Safio,
alumnus SMPK St. Marku- Pateng, angkatan tahun 2005.
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment