CATATAN LEPAS
Headline
OFM Indonesia
"Trio Kwek Kwek”: Catatan Seorang Adik Tingkat
Thursday, August 15, 2019
0
![]() |
Ki -Ka: Rio Edison OFM, Efendy Marut OFM, dan Haward OFM berpose usai mengikrarkan Kaul Kekal, di Gereja Ratu Para Malaikat, Cipanas, Jawa Barat, Kamis, 15/08/2019. Foto: istimewa |
Terasvita.com - Anak
negeri yang lahir di era 1990-an, tentu banyak yang mengenal band
ini: Trio Kwek Kwek. Bagaimana tidak, lagu-lagu dari band yang dibentuk pada 1993 ini mewarnai hari-hari anak-anak ingusan di dekade akhir rezim Orde Baru
itu.
Fr. Fendi Marut OFM, Fr. Rio Edison OFM, dan Fr. Ambros Haward
OFM, adalah tiga di antara ribuan anak yang lahir di zaman krisis itu.
Hari ini (Kamis, 15 Agustus 2019 –red), mereka mengikrarkan kaul meriah dalam
Ordo Saudara Dina, di Gereja Ratu Para Malaikat, Cipanas, Jawa Barat. Mereka
berikrar di hadapan banyak umat yang hadir dan dalam tangan Minister Provinsi
OFM Indonesia P. Mikael Peruhe OFM untuk menjadi Saudara Dina sampai
saudara maut badani mejemput mereka kembali ke keabadian.
Sebagai anak generasi 1990-an, mereka sangat akrab dengan
lagu-lagu ceria ala Trio Kwek Kwek. Hari-hari mereka kala masih kecil, di
kampung halaman mereka masing-masing, dihiasi nyanyian ceria dari band yang dibidani
Papa T. Bob itu.
Barangkali itu latar sejarah ketiga perjaka yang membaktikan diri
untuk "Kerajaan Allah” ini diidentikkan dengan Trio Kwek Kwek. Pada
Kamis, 8 Agustus 2019, Pater Charles Talu OFM, di time line face book-nya, menulis, “Profisiat, Trio Kwek Kwek untuk keputusan
besar ini. Jangan takut meski kawanan kecil!”
Apalagi, salah satu keunikan dari tiga sahabat ini adalah
keceriaan. Sehingga, mirip-miriplah dengan Trio Kwek Kwek... hehehehe. Juga
karena jumlah mereka, yaitu tiga. Tetapi, entahlah. Pada
kesempatan ini, saya ingin menulis apa yang ingin saya
tulis tentang apa yang saya kenal dari mereka.
Rio Edison OFM dan “Makan Firman”
Saya, ketika masih Saudara Muda OFM, pernah sekomunitas
dengan Sdr. Rio, begitu ia disapa, di Wisma St. Antonius Padua,
Cempaka Putih Indah 103, Rawa Sari, Jakarta Pusat. Dua tahun kami hidup sebagai
saudara dina di bawah atap Rumah Padua. Banyak pengalaman yang dialami bersama.
Saudara ini memiliki kemampuan intelektual yang
memadai. Hal ini terlihat dari prestasi akademiknya di Kampus STF Driyarkara.
Ia pernah menggondol IP 4,0, angka sempurna. Padahal, saudara yang suka
ngemil ini, tidak terlihat kusuk belajar.
Tentang hobi penggawa lini belakang “Padua FC” pada masanya ini, saya
melihat ada beberapa yang menonjol, yaitu tukang foto,
memasak, nonton film, dan ngemil. Semua talenta itu dia kembangkan secara maksimal sehingga hasilnya pun
berlipat-lipat. Hobi yang terakhir sangat tampak dalam
“saudara keledai” (tubuh-red) dari Alumnus Sanpio itu;
memperlihatkan kemakmuran Komunitas Padua kala itu.
Kembali ke soal makan firman. Suatu siang, saya lupa persis
tanggal, hari, bulan, dan tahunnya, “produk” asal lembah
Pagal ini, berceletuk begini: “Makan, tidak hanya makan
nasi, tapi juga makan Firman”. Celetukannya itu ditimpali amat keras
oleh sang magister, Pater Frumens Gions OFM, “Kalau mau makan firman di luar
saja”. Maksudnya jelas… Tetapi, sebenarnya itu bentuk perhatian sebagai seorang
saudara sekaligus "guru", karena saudara ini, beberapa hari, jarang
muncul di kamar makan untuk makan siang.
Fendy Marut dan Menangis di Kapal
Yohanes Babtista Pendamai Efendy Marut OFM. Panjang sekali
namanya, kalau orangnya sich tak panjang-panjang amat. Tetapi, tentu
di balik nama, ada sesuatu yang diharapkan. Entah apa
dalam benak Lopo Sius dan Lopo Tin kala itu.
(Mungkin) Panjang sabar, panjang umur, dll.
Saya mengenal (lagi-lagi) “produk” asal Pagal ini sejak
saya di panti calon imam Seminari Yohanes Paulus II, Labuan Bajo.
Kemudian, berlanjut ketika masuk OFM. Dan persis di OFM-lah saya banyak
mengenal saudara ini. Walaupun tidak pernah
sekomunitas, tapi kami sering berjumpa di
lapangan futsal, karena kami sama-sama punya tingkat
kesukaan di atas rata-rata terhadap olahraga yang satu ini. Orang bilang,
karakter asli seseorang itu terlihat tanpa topeng saat bermain bola.
Entah.
Saya mengenal Fendy__kesa--saya menyapanya--berhubung dia punya saudari cantik sekali__ebagai orang yang cerdas dan mudah
bergaul serta punya rasa empati yang tinggi terhadap saudara
lain.
Satu cerita yang menarik tentang Alumnus Semyopal II
ini, sebagaimana diceritakan Rio Edison di Kantor JPIC OFM suatu
ketika, adalah saudara ini pernah menangis di atas kapal yang
membawa mereka dari Labuan Bajo ke Bali pada tahun 2011 silam. Diceritakan, dia
menangis karena tersesat dan terpisah dari rombongan.
Namun, beruntung kemudian dia… Di situ, dia menangis tersedu-sedu, dari
mulutnya keluarlah kalimat sakti ini: "Kali hoós meu e." Air mata terus membasahi pipinya. Dan
ceritanya sampai di situ saja.
Haward dan AC di Kapel Scotus
Haward, sapaan akrabnya, adalah fransiskan blasteran Jawa dan
Manggarai. Saya memang tidak banyak mengenalnya. Tidak pernah sekomunitas,
tetapi di lapangan futsal, dia bukanlah wajah yang asing.
Sering bermain bersama baik sebagai kawan maupun sebagai lawan.
Selera humor saudara ini di atas rata-rata teman
seangkatannya. Komentar-komentar spontan dari mulutnya membuat
suasana jadi ramai. Haward adalah sosok yang mudah bergaul. Tidak
ada jarak ketika bergaul dengan saudara-saudara lain
walaupun terpaut jauh tingkatnya.
Haward dan Ac di Kapel Scotus adalah dua realita yang menarik
diingat dan diceritakan kembali di antara para Saudara Muda OFM. Berhubung
saudara ini, dalam hal tarik suara sebelas dua belas dengan seorang
teman angkatan saya, tidak enak kalau namanya disebut, maka mereka (Haward dan teman angkatan
saya-red) sering dipercayakan untuk menjadi misdinar kalau ada perayaan
besar persaudaraan.
Konon, penggemar berat klub sepak bola kota mode itu, AC
Milan, selalu "korslet" kalau menyanyikan mazmur saat ibadat. Menurut dia, hal itu karena AC di kapel
itu. Karena alasan itu, salah satu Saudara Tua di komunitas itu,
menyuruh Sdr. Haward, untuk menyanyikan mazmur melalui jendela di samping kapel itu. Haward hanya tersenyum. Menunduk. Sementara suadara-saudara
yang lain tertawa.
Soal bisa atau tidak bisa menyanyi adalah soal bakat
masing-masing orang. Haward tetaplah seorang fransiskan yang sederhana,
punya prinsip, dan seorang pengagum yang jujur untuk saudara-saudara lain yang
mengembangkan talenta menyanyi dengan baik.
Akhir Kata
Demikian, catatan saya, seorang adik tingkat dari Trio Kwek Kwek
ini, di hari istimewa mereka, yaitu
mengikrarkan kaul meriah untuk hidup taat, tanpa
milik, dan dalam kemurnian sepanjang hayat dikandung badan dalam
pangkuan persaudaraan OFM Indonesia.
Saya percaya mereka menjadi saudara dina yang
sungguh “saudara” dan “dina” bagi semua makhluk di zaman 4.0 ini.
Mereka (tak segan-segan untuk) mau pergi ke
wilayah pinggiran untuk mejumpai dan memeluk wajah-wajah
lebam, kusam, dan memar dalam diri mereka yang terpinggirkan.
Akhirnya, mengutip status FB seorang teman untuk mereka, “Kalian
dipanggil bukan untuk sukses, melainkan untuk setia.”
Profisiat. Pace e Bene.
Rian Safio
Previous article
Next article
Leave Comments
Post a Comment